Kembalinya Dinasti Politik Indonesia?

Kembalinya Dinasti Politik Indonesia?
Keluarga Jokowi. Dari kiri: Kahiyang Ayu, Kaesang Pangarep, Joko Widodo, Iriana Joko Widodo, dan Gibran Rakabuming. (Foto: Wikimedia)
0 Komentar

Telah terdapat berbagai upaya untuk melemahkan cengkeraman dinasti politik dalam politik Indonesia. Tetapi tidak ada satu pun yang berhasil. Tahun 2015, Mahkamah Konstitusi memutuskan mencabut peraturan yang berupaya melarang kerabat petahana mencalonkan diri sesaat setelah batas masa jabatan mereka berakhir.

Di negara-negara lain dengan institusi yang kuat, pengawasan ketat, dan keseimbangan di pemerintah, dinasti politik tidak selalu berbahaya. Namun, di Indonesia, tidak ada yang bisa mencegah sebuah keluarga—begitu salah satu anggotanya terpilih untuk jabatan pemerintah daerah—untuk menempatkan para kerabat mereka di kursi jabatan manajemen senior dan lembaga pemerintah.

Di Banten selama masa jabatan Ratu Atut Chosiyah sebagai gubernur, sepuluh anggota keluarga memegang jabatan terpilih dan 21 kerabat memegang jabatan yang ditunjuk.

Baca Juga:Goo Hara Tak Sendiri, 40% Seleb Korea juga Ingin Bunuh DiriPenyanyi Korea Goo Hara Dikabarkan Tewas di Rumahnya

Melalui pembentukan dinasti politik, keluarga tertentu telah mampu mengukir wilayah kekuasaan di seluruh negeri. Dengan kekuatan regional yang terikat pada satu keluarga tertentu yang berkuasa, korupsi tumbuh subur, sementara para politisi serta organisasi pemerintah membuat keputusan untuk kepentingan yang lebih bertujuan melestarikan kekuasaan daripada demi kepentingan para pemilih.

Langkah-langkah untuk mengakhiri politik dinasti dan dorongan untuk meritokrasi akan membutuhkan upaya bersama dari legislatif maupun partai-partai politik itu sendiri.

Memperkenalkan pendanaan publik untuk partai politik akan mengurangi ketergantungan mereka pada kekayaan individu dan sponsor miliarder. Namun, tanpa pengenalan langkah-langkah tambahan, tidak ada jaminan bahwa politisi dan pemimpin partai tidak akan menuai manfaat dari dompet publik sekaligus menyuntikkan kekayaan mereka sendiri ke dalam kampanye, yang mendorong pengeluaran kampanye hingga melonjak tinggi.

Tindakan lain yang akan membantu ialah menempatkan tanggung jawab pada partai karena melanggar undang-undang pembiayaan kampanye, bukan pada setiap individu. Dengan menghukum individu dan partai atas kontribusi kampanye ilegal, partai-partai politik akan berpikir dua kali sebelum menerima uang sumbangan.

Sikap yang lebih keras terhadap praktik jual-beli suara juga akan membantu mengurangi biaya kampanye dan membantu mengekang politik dinasti.

Pemerintah Indonesia juga dapat membutuhkan platform periklanan—tradisional maupun digital—untuk menyediakan sejumlah iklan gratis kepada partai politik. Kuota dapat dibuat berdasarkan persentase dari suara populer yang diterima masing-masing partai pada pemilu terakhir. Iklan gratis ini akan memungkinkan partai-partai kecil untuk menembus kebisingan dan menjangkau pemilih tanpa harus menghabiskan sebagian besar dana kampanye mereka untuk iklan publik.

0 Komentar