Menguji Hipotesis Ridwan Saidi Soal Sriwijaya

Menguji Hipotesis Ridwan Saidi Soal Sriwijaya
Kapal Kerajaan Sriwijaya tahun 800-an Masehi yang terukir di Candi Borobudur. Sumber: Wikipedia Commons/Michael J. Lowe/Atribusi Berbagi 2.5 Generik
1 Komentar

PEMERHATI sejarah dan budaya, Ridwan Saidi, mengaku hanya ingin meluruskan sejarah di Indonesia saat melontarkan pernyataan yang viral di media sosial baru-baru ini.

Salah satunya, Ridwan mengklaim kerajaan Sriwijaya fiktif belaka. Ridwan menuding kerajaan Sriwijaya hanya kelompok bajak laut yang dibesar-besarkan.

Ridwan menegaskan sejarah di Indonesia bukan diawali oleh masuknya agama Hindu dan Buddha melalui kerajaan Sriwijaya dan Tarumanegara. Ia merasa ajaran Islam sudah lebih dulu masuk ke Indonesia.

Baca Juga:Cerita Dubes Lyudmila Vorobieva Soal Pengalaman Rusia Pindah Ibu KotaKabar Pencopotan Jabatan Mayjen TNI Joppye Onesimus Wayangkau dari Pangdam Cenderawasih Tidak Benar

Ia menuding ada skema sejarah yang dibuat-buat oleh kolonial Belanda di masa penjajahan. Menurut dia, kesalahan sejarah itu malah dipertahankan hingga saat ini.

“Sejarah Indonesia enggak pernah diawali Hindu dan Buddha. Sriwijaya kerajaan pembawa Buddha, Tarumanegara Hindu itu teorinya Belanda, itu enggak benar. Sriwijaya itu enggak ada, yang ada kerajaan Islam Palembang abad ke-8 kemudian jadi kesultanan Islam Palembang, itu ada kenapa ditutupin,” katanya.

Beberapa bukti Kerajaan Sriwijaya

Bukti Kerajaan Sriwijaya, selama ini tertera berdasarkan tujuh prasasti yang ditemukan di Palembang, Pulau Bangka, Lampung dan Jambi, serta di Thailand dan Nalanda, India.

Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti ini yang menjadi patokan adanya Kerajaan Sriwijaya di Palembang. Prasasti yang ditulis dalam Bahasa Melayu dengan huruf Pallawa ini ditemukan di 35 Ilir Palembang. Isinya menceritakan Dapunta Hyang melakukan perjalanan suci dan menaklukkan sejumlah wilayah, yang kemudian mendirikan sebuah wanua atau kota di lokasi prasasti. Prasasti dibuat pada 682 Masehi.

Prasasti Talang Tuwo. Prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Melayu dengan hurup Pallawa ini berangka tahun 684 Masehi, ditemukan pada 1920 di Talang Tuwo, Talang Kelapa, Palembang. Isinya tentang perintah terhadap manusia untuk menjaga keseimbangan alam melalui pembangunan Taman Sri Ksetra.

Prasasti Telaga Batu. Ditemukan di sekitar Kuto Gawang, 3 Ilir, Palembang, pada 1935. Ada dua Prasasti Telaga Batu ini. Isinya tentang struktur pemerintahan dan masyarakat, serta kutukan terhadap mereka yang berbuat jahat di Kedatuan Sriwijaya. Ditulis dalam Bahasa Melayu dengan aksara Pallawa. Pada saat itu juga ditemukan 30 buah Prasasti Siddhayatra.

1 Komentar