Seskab: Omnibus Law untuk Hadapi Tekanan Ekonomi

Seskab: Omnibus Law untuk Hadapi Tekanan Ekonomi
Seskab saat hadir sebagai pembicara pada acara Pisah Sambut Direktur Eksekutif Kemitraan, di JS Luwansa Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/3). (Foto: Humas/Agung).
0 Komentar

JAKARTA-Pemerintah membuat terobosan dengan menyusun Omnibus Law dalam kondisi saat ini adanya tekanan ekonomi akibat trade war dan Virus Korona maka semua negara berlomba-loba untuk menarik investasi.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Kabinet (Seskab), Pramono Anung, saat hadir sebagai pembicara pada acara Pisah Sambut Direktur Eksekutif Kemitraan, di JS Luwansa Hotel, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/3).

“Karena kunci dari pertumbuhan salah satunya adalah investasi sehingga tidak bisa kemudian Indonesia yang seperti kemarin yang terlalu terbebani dengan demokrasi yang sangat rigid. Salah satu terobosan yang kita lakukan adalah dengan Omnibus Law,” ujar Seskab.

Baca Juga:Jangan Panik, Jangan Timbun Makanan, Wamendes PDTT Budi Arie Setiadi: Tirulah Gaya Hidup Sehat Warga DesaPerang Dagang Belum Kelar Muncul Corona, Jokowi: Ekonomi Dunia Lagi Sulit

Ada 79 undang-undang yang di Omnibus Law, dengan 1.244 pasal, lanjut Seskab, ini bukan pekerjaan gampang, sungguh sangat berat, maka tidak bisa hanya menggantungkan kepada pemerintah dan parlemen.

“Ruang publik harus dibuka seluas-luasnya, kritik harus diberikan karena saya meyakini sebuah pemerintahan yang baik adalah sebuah pemerintahan yang dikritik dengan keras. Tanpa kritik tidak menjadi vitamin,” tambah Seskab.

Dalam persoalan investasi, menurut Seskab, harus diubah yang disebut sebagai ease of doing business, tingkat kemudahan berusaha yang sekarang ini Indonesia sudah pada posisi 73 dari 180 negara lebih, 2014 masih pada posisi 120.

“Kalau kita mau menjadi negara yang lebih efisien negara yang lebih maju maka di tahun ini harus di bawah 55 levelnya, jadi 55 dari 180. Kalau ini tidak diubah, tidak bisa lebih efisien maka jangan harap kita segera naik kelas,” ujarnya seraya menambahkan jangan sampai Indonesia terjebak dengan middle income trap.

Selain reformasi birokrasi harus dilakukan, menurut Seskab, yang paling penting adalah transformasi ekonomi menjadi prioritas.

“Ketika kita menghadapi tekanan palm oil oleh Uni Eropa karena dianggap palm oil ini menjadi ancaman bagi bunga matahari dan sebagainya, dengan isu lingkungan hidup tentunya,” tambahnya.

Ketika pemerintah mengeluarkan B20 dan sekarang sudah keluar B30, tambah Seskab, mudah-mudahan awal tahun depan menjadi B40 dan Ahli Indonesia sudah menemukan katalisnya.

Baca Juga:Corona, Duel Persebaya VS Persija DitundaPerusahaan Tidak Semakin Terbebani, Sri Mulyani Indrawati Berencana Tunda Pungutan PPh Karyawan

Hal ini, sambung Seskab, menjadi kekuatan baru sehingga persoalan lingkungan hidupnya bisa teratasi karena pemerintah masih memberlakukan moratorium untuk sawit.

0 Komentar