Setelah foto wajib bersama, kami pun start. Choonwei awalnya memandu di depan. Tapi pada dasarnya jalannya luruuuuuus sampai ke puncak. Jangan hiraukan belokan-belokan kecil yang dilalui.
Karena sadar bakal menanjak begitu lama, kami menata kecepatan. Sama sekali tidak memaksa pada 15 km pertama, saat jalan pada dasarnya rolling menanjak halus. Kemudian kami mencapai sebuah terowongan. “Sekarang tanjakan resmi dimulai,” ucap Choonwei.
Yap, sejak terowongan itu, jalanan terus menanjak tanpa istirahat. Terus berkisar di kemiringan 6 persen. Kemudian, setelah km 25-an, kemiringan bertambah ke angka 9 persenan, sesekali menyentuh 12 persen.
Baca Juga:Sore Ini, Prabowo Subianto Merapat ke IstanaIstana Sebut Bupati Minahasa Selatan Ternyata Batal Bertemu Presiden
Pada km 33, kami berhenti untuk istirahat di sebuah 7-Eleven lagi. Kata driver kami, inilah mini market terakhir. Setelah ini, tidak ada lagi tempat untuk beli makanan dan suplai. Padahal masih menanjak terus 20 km, masih jauh dari puncak.
Dan setelah itu, hanya ada dua “turunan” sangat singkat untuk kaki beristirahat. Selebihnya sangat sering di kemiringan 9 persen. Sesekali menyentuh 12-13 persen.
Pada km 46, ada satu lagi lokasi untuk berhenti. Mobil kami menunggu di situ, siap mengisi air dan menambah suplai cemilan.
Ya, hanya tujuh kilometer tersisa. Kami disarankan berhenti 2 km sebelum finis, untuk berfoto di tulisan penanda yang populer di kalangan turis. Yaitu tulisan “Taroko National Park.”
Karena hari Sabtu, ada begitu banyak mobil dan bus ikut menuju ke atas. Padahal, jalanan lumayan sempit, sehingga kendaraan kadang harus bergantian dari dua arah. Kalau sampai arah ke atas berhenti, sepeda harus ikut berhenti.
Padahal, tujuh km terakhir itu miring sekali. Berkali-kali menyentuh 13 persen. Bahkan menjelang papan tulisan yang dituju mencapai 16 persen. Karena ketinggian sudah di kisaran 3.000 meter, udara juga sudah menipis. Walau tidak kram, kaki mulai lemas. Suplai oksigen mulai berkurang.
“Kepala saya pusing sekali,” aku Johnny Ray, yang terus berjuang menuju puncak.
Baca Juga:Wiranto Kembali Tinggalkan RSPAD Naik AlphardKebebasan Pers dalam Bahaya, Surat Kabar Australia Hitamkan Tulisan Halaman Depannya
Dari papan tulisan itu, puncak Wuling sudah terlihat. Masih 2 km di atas. Tapi jalannya masih berkelok-kelok, jadi 2 km itu rasanya tidak sampai-sampai. Kemiringannya pun konstan di angka 9 persen.