Ternyata ditemukan jalan lain. Alhamdulillah. Jiwasraya keluar dari kesulitan.
Sampai-sampai saya menyebutnya “Jiwasraya telah merdeka”. Merdeka dari beban triliunan.
Kebetulan saat itu menjelang 17 Agustus. Kata “merdeka” lagi menggema di mana-mana. Tapi yang benar-benar merasakan arti merdeka adalah Jiwasraya.
Maka teman itu saya kirim WA lagi. Mumpung ada internet gratis dari pesawat Brompton.
“Apakah tidak mungkin saat itu saya pun tertipu oleh angka-angka yang dipaparkan Direksi Jiwasraya?“
Baca Juga:Ditetapkan Tersangka, 2 Pelaku Penyerangan Novel Baswedan Ditahan di Polda Metro JayaBelum Diketahui Pasti Penyebabnya, Buruh Migran Indonesia asal Madiun Tewas di Hongkong
Saya begitu ingin tahu jawabnya. Saya siap menerima kabar buruk bahwa saya pun tertipu.
Saya juga ingin tahu: apakah dulu pun sudah dipraktekkan membeli saham-saham perusahaan yang lampu kuning?
Ataukah itu baru dilakukan belakangan, seperti yang tersiar di berita media dan di medsos?
“Setahu saya baru belakangan. Sejak tiga orang itu main-main di pasar modal,” tulisnya.
Ia menyebut nama tiga orang itu. Semuanya di luar Direksi Jiwasraya. Semuanya jagoan goreng-goreng saham di pasar modal.
Saya berharap penerbangan ini tidak segera sampai. Agar lebih banyak lagi tahu soal Jiwasraya. Tapi Bali terlalu dekat. Sesaat kemudian sudah terdengar pengumuman terakhir: pesawat akan mendarat.
Tanda sinyal wifi pun hilang dari ponsel.Pesawat ini penuh sekali. Ini memang musim liburan. Manusia seperti air bah menuju Bali.
Saya hanya mampir di Bali. Untuk terus ke arah Tenggara.
Baca Juga:Terkait Rekomendasi Komisi Yudisial, Ketua MA: 100 persen Merespons dan Menindak Tegas Hakim yang Melanggar Kode EtikMenebak Sketsa-Sketsa Pelaku Penyiraman Air Keras ke Novel Baswedan yang Pernah Dirilis Polisi
Saya memuji Garuda. Yang menggunakan pesawat besar di musim liburan ke Bali.
Daripada menambah extra flight. Satu pesawat ini saja sama dengan menambah tiga extra flight.Di musim mudik lebaran pun baiknya ditempuh cara ini: masukkan pesawat besar ke jalur Jakarta-Surabaya. Atau Jakarta-Medan. Jakarta-Makassar.
Pesawat Brompton yang saya naik ini pun baru tiba dari Amsterdam. Besoknya harus terbang ke Amsterdam lagi.
Di sela-sela waktunya itu masih bisa “mencangkul” dua kali: Denpasar-Surabaya-Denpasar. Balik lagi Denpasar-Surabaya-Denpasar.
Dulu, menggunakan pesawat besar untuk jarak pendek dianggap bunuh diri. Kini, dengan pesawat seefisien A330-900 Neo, teori itu perlu direvisi.
Kini Airbus punya dua gacoan. Untuk pesawat kelas Boeing 737, Airbus punya A320 Neo. Yang lebih efisien dari B737.