Kisah Anak Kolong di Tahun Gelap

Kisah Anak Kolong di Tahun Gelap
0 Komentar

HARI ini, 30 September, lima puluh empat tahun lalu dimulai tragedi berdarah yang masih menyisakan luka bagi bangsa Indonesia.

Ribuan bahkan jutaan orang — utamanya anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) — dilaporkan tewas terbunuh dalam pembantaian massal 1965. 

Insiden tersebut dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S).

Saat itu, Rusdian Lubis masih berusia 12 tahun. Ia mengingat kembali kejadian yang hingga kini masih membekas dalam ingatannya.

Baca Juga:Kajian Bappenas Dangkal, Anggota Pansus Pemindahan Ibu Kota: Pak Jokowi Semestinya Tidak Buru-buru Umumkan Lokasi IKNMantan KaBais Minta Pemerintah Lakukan Operasi Intelijen Tangkap Penunggang Gelap

Di bawah ini adalah petikan dari memoarnya yang diterbitkan oleh Kompas Gramedia, berjudul Anak Kolong di Kaki Gunung Slamet tentang peristiwa seputar G30S.

Rusdian kini adalah seorang environmentalist. Ia pernah bekerja di pemerintahan, lembaga internasional (Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia), dan seorang Eisenhower Fellow.

Memoar ini diambil dari kacamata seorang anak kolong berumur 12 tahun, bukan analisa sejarah, melainkan cerita keluarga. Dirangkum kembali dengan izin penulis.

Akhir September 1965, situasi politik  di Wonopringgo mulai panas tetapi masih terkendali. Tidak ada bentrokan fisik serius seperti di Jawa Timur. Antar kelompok hanya saling mengejek, di mana ada kesempatan.

Kokam (Komando Keamanan) Muhammadiyah sering jadi bahan tertawaan PKI, PNI, dan NU karena singkatan “Kokam” sering diplesetkan menjadi “kon***  kambing”. Ini membuat muka guru-guru kami yang juga anggota Kokam — Pak Ani dan Pak Asyik — merah padam!

Suatu hari Pak Asyik masuk ke kelas dengan pakaian loreng Kokam. Dengan muka serius dia memberi tahu para siswa agar hati-hati jika didekati orang-orang tak dikenal. Desas desus tentang penculikan yang dilakukan oleh PKI makin sering terdengar. Wonopringgo juga tak terlepas dari desas desus itu. 

Kabarnya penculikan terjadi di pedesaan di daerah pegunungan kapur di selatan kota yang mempunyai kantong-kantong PKI. Kabar lain, PKI telah menyiapkan kuburan massal di hutan-hutan jati dan membuat alat pencungkil mata.

Baca Juga:Siapa Penunggang Aksi Massa Demonstrasi?Ananda Badudu Ditangkap Terkait Penggalangan Dana Untuk Mahasiswa

Anak-anak di atas 10 tahun akan dibunuh, sedangkan mereka yang di bawah umur itu akan dirampas sebagai anak negara dan dimasukkan ke kamp re-edukasi seperti di negara komunis. Kami tidak tahu kebenaran kabar ini, tetapi rasa takut makin hari makin menjadi-jadi. Suasana mencekam pelan-pelan membuat keluarga tentara ketakutan. 

0 Komentar