Saat Jurnalis Kenang Serangan Tragis 9/11

Saat Jurnalis Kenang Serangan Tragis 9/11
Menara kedua World Trade Center di New York terbakar hebat setelah ditabrak oleh sebuah pesawat bajakan tanggal 11 September 2001. (Foto: Reuters/Sara K. Schwittek)
0 Komentar

Sementara itu, “Fall and Rise: The Story of 9/11” karya Mitchell Zuckoff, adalah pelengkap monumental untuk buku Graff. Mantan wartawan di Boston Globe, Zuckoff sekarang menjadi profesor di Boston University. Zuckoff telah berusaha untuk menghidupkan kembali prosa dramatis yang disusun oleh Graff lewat puzzle lisan. Zuckoff menekankan bahwa narasinya “tidak memiliki lisensi atas fakta, kutipan, karakter, atau kronologi.” Tujuan bukunya, seperti buku Graff, ialah untuk melestarikan memori ketika Amerika diserang, “untuk menunda serangan 9/11 terlupakan dalam sejarah.”

Deskripsi Zuckoff tentang pembajakan pesawat, meliputi kekacauan di atas pesawat, tabrakan pesawat, penghancuran menara, upaya penyelamatan, kematian, dan berbagai kesengsaraan selanjutnya sangatlah luar biasa dalam hal ketegangannya. Yang terutama menggerakkan perasaan pembaca adalah kisah tentang bagaimana Brian Clark dan Stan Praimnath saling bertemu di reruntuhan. Keduanya tak saling mengenal dan masing-masing bekerja di lantai 84 dan 81 Menara Selatan WTC.

Ketika Brian pertama kali mengulurkan tangan untuk membantu Stan yang kebingungan, Brian terkejut karena ditanya Stan apakah dia percaya kepada Yesus Kristus. Sebagai tanggapan, Zuckoff menulis, “Brian terbata-bata mengisahkan ibadah gereja setiap hari Minggu. Dia bertanya-tanya apakah pria yang dia coba selamatkan telah kehilangan akal sehatnya.” Di tengah musibah, di lantai 81, mereka berjabat tangan, saling berkenalan, dan bersumpah untuk menjadi saudara seumur hidup. Brian kemudian melingkarkan lengannya di bahu Stan dan berkata, “Ayo pulang.”

Baca Juga:Sepekan BJ Habibie Dirawat di RSPAD Gatot SubrotoWaspada, Potensi Megathrust Intai Sulteng

Brian dan Stan berhasil keluar dari reruntuhan dalam keadaan selamat. Di tempat lain, kolega Brian tetap terjebak dalam puing-puing yang hancur. Di antara mereka, tulis Zuckoff, terdapat seorang pialang bernama Randy Scott, “ayah yang menyenangkan, pengendara sepeda motor, menikah dengan bahagia dan memiliki tiga anak perempuan.” Tanpa ada cara lain untuk mencari bantuan, Scott menulis permohonan: “lantai 84/kantor barat/12 orang terperangkap.” Dia melemparkan catatannya ke luar jendela, “mengepak-ngepak di antara potongan-potongan kertas yang tak terhitung jumlahnya yang dihembuskan dari kedua menara.” Sebelum Scott melemparkan kertasnya, dia “menekankan jari berlumuran darah ke kertas itu,” meninggalkan DNA yang nantinya akan mengidentifikasi dia sebagai penulis catatan.

0 Komentar