Timor Leste Merdeka, Masih Miskin?

Timor Leste Merdeka, Masih Miskin?
Petugas kesehatan Timor-Leste—dibantu oleh World Vision Australia—menjalankan kelompok orang tua di komunitas regional, untuk membantu para keluarga mengatasi tingginya angka kekurangan gizi. (Foto: The Guardian/Helen Davidson)
0 Komentar

Setelah pemungutan suara tahun 1999 tersebut, para pemimpin perlawanan—yang sering disebut “generasi yang lebih tua” atau “generasi 1975″—tetap menjadi pusat sistem politik dan memberikan pengaruh kuat dalam pengambilan keputusan lembaga-lembaga negara. Mereka juga menunjukkan kecenderungan untuk mengabaikan aturan demokrasi yang diadopsi dalam konstitusi.

Jalan panjang dan rumit menuju kemerdekaan sering ditandai oleh ketegangan di antara para pemimpin perlawanan. Namun, mereka berhasil mengatasi perbedaan mereka dan menghindari konfrontasi demi memenangkan kemerdekaan.

Tetapi sesaat setelah pemulihan kemerdekaan pada 20 Mei 2002, ketegangan dan persaingan lama antara para pemimpin perlawanan meletus, yang akhirnya mengarah pada krisis internal di negara itu pada tahun 2006. Itu adalah pukulan besar bagi wacana persatuan nasional.

Baca Juga:Imigrasi Deportasi 4 Warga Australia, Ikut Demonstrasi di PapuaKisah KKN di Desa Penari dan Cerita Horor yang Viral di Internet

Perebutan kekuasaan dan berbagai visi kontrol politik yang berbeda antara Presiden Xanana Gusmão dan Perdana Menteri Mari Alkatiri saat itu, adalah penyebab utama krisis internal tahun 2006.

Perkembangan aturan hukum yang demokratis dan institusi negara masih dalam tahap awal, dan rentan terhadap manipulasi politik. Tidak adanya aturan dan regulasi yang jelas serta kurangnya mandat yang jelas dari institusi negara dari Kepolisian dan Tentara Nasional, semakin memicu krisis.

Krisis ini juga memunculkan perpecahan dalam masyarakat berdasarkan warisan sejarah dan kesetiaan kepada para pemimpin perlawanan, memperkuat perpecahan, keberpihakan, dan ketidakpercayaan di antara masyarakat. Ini menghancurkan wacana Persatuan Nasional yang telah berfungsi sebagai seruan selama perjuangan untuk kemerdekaan.

Namun, bantuan dari komunitas internasional, dan komitmen baru dari elit politik untuk memperebutkan kekuasaan dengan cara yang sah berdasarkan aturan demokratis, membawa Timor-Leste keluar dari krisis.

Tujuan wacana Persatuan Nasional selama perlawanan adalah untuk membebaskan negara dari pendudukan asing; dan itu telah tercapai. Namun, perjuangan untuk membebaskan rakyat dari kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masih menjadi tantangan yang membutuhkan partisipasi inklusif dari semua lapisan masyarakat.

Dua puluh tahun setelah Popular Consultation Day, sekarang Timor-Leste adalah negara yang damai dan demokratis. Negara ini masih miskin dan menghadapi tantangan ekonomi dan pembangunan yang mendesak, meskipun banyak kemajuan telah dibuat untuk mengangkat negara keluar dari kemiskinan.

0 Komentar