Sultan Hamid II Bukan Pengkhianat Bangsa

Sultan Hamid II Bukan Pengkhianat Bangsa
Konferensi KTN di Kaliurang, dari kiri Sultan Hamid II (Pontianak), Sri Sultan Hamengku Buwono IX serta KGPAA Paku Alam VIII foto/http://siks.bpadjogja.info
0 Komentar

Dalam artikel lalu yang sempat saya tulis, hasil perbedaan pendapat bersama Anhar Gonggong, menuai reaksi cukup keras dari masyarakat Kalimantan Barat. Bagaimana tidak, unsur subyektifitas dalam menilai dan menelaah sejarah, menjadi pendasaran salah satu sejarawan senior tersebut. Kala itu Anhar menggarisbawahi jangan sampai ada cacat, jangan sampai ada cela. Menurut saya itu tak mungkin. Tak ada manusia sempurna. Kalau dikorek semua pasti ada salah. Ini soal sudut pandang. Kami punya argumentasi. Tapi sayang, Anhar berkeras hati tak menerima argumentasi kami. Kami punya dua pandangan dengan bentangan kutub yang berbeda.

Anhar berdiri pada perspektif lama, dia tetap katakan Sultan Hamid II adalah antek belanda, Sultan Hamid II adalah gembong pemberontakan APRA bersama Westerling tahun 1950. Padahal kami sudah bantah tuntas semua itu di dalam semua dokumen kami, Sultan Hamid II tidak bersalah dan bukan pemberontak. Tak ubahnya Anhar, selanjutnya Hendropriyono memanas-manasi orang Pontianak, memantik amarah di Kalimantan Barat. Video yang berdurasi enam menit sembilan belas detik itu, dalam dua sampai dengan tiga hari sudah membuat gaduh satu provinsi, bahkan satu negara. Judul video tersebut, menyinggung pula tentang pribumi berketurunan arab. Saya cek tadi malam sudah diubah oleh admin channel tersebut menjadi “PENGKHIANAT, Kok Mau Diangkat Jadi PAHLAWAN? | Part 1 A.M. Hendropriyono”.

Ada beberapa point pernyataan Hendropriyono dalam video tersebut yang dapat kita uji bersama, kebenarannya. Yang pertama, dia menyatakan ada upaya mempolitisasi sejarah bangsa. Bahwa selama dua puluh tahun lebih kami berjuang mengungkap kebenaran, tidak ada bukti satupun pernyataan itu benar. Sosialisasi terus kami lakukan, mulai dari nol data di mesin pencarian (search engine) popular bernama Google itu tentang Sultan Hamid II dan Lambang Negara Garuda Pancasila. Hingga hari ini penuh referensi kami tumpahkan segala data, artikel, jurnal, hasil penelitian, dan pemberitaan tentang Sultan Hamid II dan Lambang Negara tersebut. Kami jelas membentangkan realitas sejarah yang sebenar-benarnya, meluruskan kawat yang bengkok, menghubungkan mata rantai yang sudah berpuluh tahun terputus. Kemudian menghadirkan sudut pandang (perspektif) baru dalam membaca sejarah. Semua itu, karena ada pengaburan, pemburaman, serta penghapusan nalar dan ingatan anak bangsa terhadap sejarah beradaban kita. Kami ingin meninggalkan legacy yang baik dan benar. Berbuat agar bermanfaat untuk generasi muda dan selanjutnya. Agar generasi selanjutnya ingat secara utuh sejarah bangsanya.

0 Komentar