Sultan Hamid II Bukan Pengkhianat Bangsa

Sultan Hamid II Bukan Pengkhianat Bangsa
Konferensi KTN di Kaliurang, dari kiri Sultan Hamid II (Pontianak), Sri Sultan Hamengku Buwono IX serta KGPAA Paku Alam VIII foto/http://siks.bpadjogja.info
0 Komentar

Hendropriyono juga menyebut Sultan Hamid II bukan pejuang bangsa Indonesia. Hal ini kami tulis secara mendalam, di dalam buku yang kami tulis hasil dari penelitian masing-masing yang kami gabungkan bersama. Kami menulis buku ini bertiga bersama saya, Nur Iskandar, dan Turiman Faturrahman Nur. Buku ini berjudul “Sultan Hamid II, Sang Perancang Lambang Negara Elang Rajawali-Garuda Pancasila”. Ketika buku ini terbit dan ditunjukkan kepada masyarakat, apresiasi tinggi pula diberikan oleh rakyat Kalimantan Barat atas upaya menguak kembali “akar terendam” ini. Banyak masyarakat hadir kala itu, 12 Juli 2013, tepat satu abad Sultan Hamid II. Tokoh nasional seperti Dr. Oesman Sapta Odang hadir memberikan pidato terbaiknya kala launching buku tersebut. Gubernur Kalimantan Barat, Walikota Pontianak, Bupati, Tokoh politik, budayawan, sosiolog, dosen, para pakar, petani, nelayan, buruh, dan lainnya hadir ingin melihat dan mendengar tentang sosok pahlawan dari wilayahnya. Dalam buku itu kami tuangkan tentang banyak hal, utamanya adalah fakta tentang perjuangannya menghadirkan kedaulatan penuh di Indonesia.

Sultan Hamid II adalah salah satu aktor utama dalam perjuangan kemerdekaan bangsa. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. RZ Leirissa, dalam buku “Kekuatan Ketiga Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia”, bahwa negara ini merdeka dan berdaulat tidak hanya didapatkan dari perang gerilya, melainkan pula melalui jalur diplomasi bangsa. Diplomasi ini berhasil dilakukan karena adanya Sultan Hamid II yang bertandatangan di atas kertas penyerahan dan pengakuan kedaulatan di Konferensi Meja Bundar (KMB), 27 Desember 1949. Sultan Hamid II jelas seorang pejuang. Kita ketahui bersama pada 17 Agustus 1945, ketika diproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Negara tidak memiliki kedaulatan penuh. Ketika Jepang tersudut mundur, kemudian Belanda bersama sekutu kembali ke kepulauan ini.

Sukarno, Hatta, dan kawan seperjuangan lainnya ikut tersudut pula. Agresi militer (ke 1 dan 2) yang dilancarkan oleh Belanda membuat pukulan telak hingga mereka ditangkap dan diasingkan di Muntok, Bangka Belitung. Dalam rentang waktu yang cukup lama, ketika sedang diasingkan, Sultan Hamid II orang pertama yang menjenguk dan mengajak berkolaborasi untuk mendapatkan kedaulatan penuh itu. Hingga kemudian terjadi Konferensi Inter Indonesia (KII) 1 dan 2, kemudian dilanjutkan dengan KMB di Den Haag, Belanda. Sultan Hamid II juga ingin ada kemerdekaan dan kedaulatan, maka dari itu membentuk BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) atau Majelis Permusyawaratan Negara-negara Federal, untuk menjembatani kepentingan-kepentingan para pihak, agar solusi bersama didapatkan.

0 Komentar