Bagaimana ‘Jakarta’ Menjadi Kata Kunci untuk Pembunuhan Massal yang Didukung Amerika Serikat

Bagaimana 'Jakarta' Menjadi Kata Kunci untuk Pembunuhan Massal yang Didukung Amerika Serikat
Monumen Pancasila Sakti, sebuah peringatan terhadap tujuh perwira militer yang tewas dalam sebuah kudeta yang gagal pada tahun 1965 bahwa militer menyebut Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi dalangnya, dan kemudian menyebabkan pembersihan anti-komunis pada 1965-1966. (Foto: Rappler/Famega Syavira)
0 Komentar

Dia melanjutkan: “Jika penindasan tentara terhadap PKI berlanjut dan tentara menolak menyerahkan posisi kekuasaannya kepada Sukarno, kekuatan PKI dapat dikurangi. Namun, dalam jangka panjang, penindasan tentara terhadap PKI tidak akan berhasil kecuali jika ia mau menyerang komunisme.”

Green menyimpulkan: “Namun demikian, Angkatan Darat telah bekerja keras menghancurkan PKI, dan saya semakin meningkatkan rasa hormat terhadap tekad dan organisasinya dalam melaksanakan tugas penting ini.”

Di sore hari, dua petugas polisi tiba di rumah keluarga Magdalena di Purwokerto, kurang dari 24 jam setelah kedatangannya. “Anda ikut dengan kami. Kami membutuhkan informasi dari Anda,” ucap mereka.

Baca Juga:Final Coppa Italia 17 JuniLiga Besar Eropa Siap Bergulir Kembali

Keluarga Magdalena telah mendengar beberapa orang ditangkap baru-baru ini di lingkungan itu, tetapi mereka tidak tahu dia adalah anggota serikat SOBSI di Jakarta; baik mereka maupun Magdalena tidak tahu itu bisa menjadi masalah sejak awal.

Di kantor polisi, petugas mulai berteriak padanya, menginterogasinya. Mereka mengatakan kepadanya mereka tahu dia adalah anggota Gerwani. Namun dia bukan. Dia tidak tahu harus berkata apa kepada mereka, kecuali dia tidak tahu. Dia ada di Jakarta, kata mereka. Mungkin dia bahkan ada di pembantaian. Dia tidak tahu apa-apa tentang ini, katanya kepada mereka.

Interogasi ini dimulai, dan berhenti, dan mulai lagi, selama tujuh hari. Kemudian petugas membawanya ke kantor polisi lain, di Semarang. Begitu dia tiba, dia pingsan. Dia sakit, atau kewalahan. Dia pusing. Dia, pada saat itu, berusia 17 tahun.

Dia tidak yakin berapa lama dia berada di kantor polisi kedua sebelum dua petugas polisi memperkosanya. Dia adalah Gerwani, dalam pikiran polisi, yang berarti dia bukan manusia, dan bukan seorang wanita, tetapi seorang pembunuh yang bejat secara seksual. Musuh Indonesia dan Islam. Seorang penyihir. Orang-orang ini bertanggung jawab atas dirinya sekarang, tulis Vincent Bevins.

Pada 22 Oktober, Departemen Luar Negeri AS menerima laporan terperinci tentang tingkat dan sifat operasi Angkatan Darat ketika pembunuhan dimulai di Jawa. Penasihat Keamanan Nasional McGeorge Bundy menulis kepada Presiden Johnson, peristiwa di Indonesia sejak 30 September “sejauh ini merupakan pembenaran kebijakan AS terhadap Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.”

0 Komentar